Saturday, January 27, 2018

Meneladani Kepemimpinan Para Sahabat

“Kita seringkali membaca biografi tokoh-tokoh hebat: Soekarno, Bill Gates, Soetomo. Tapi sudahkah kita menuntaskan membaca tokoh-tokoh yang sudah ditegaskan, terhebat dalam sejarah manusia? Nabi, dan para sahabatnya.”

Ucapan dr. Zaki (mentor saya) suatu sore cukup memberikan kesan yang mendalam. Betul juga, saya membaca buku-buku kepemimpinan dan motivasi, tapi apakah saya sudah menyelesaikan membaca bagaimana para sahabat Nabi memimpin kaumnya? Yang akhirnya berhasil membuat Islam dari sekedar terasing di gurun pasir, hingga menyebar masuk ke Istana Kisra, menaklukkannya, meluas tanpa batas.

Saya ingin membagikan tulisan yang menurut saya menarik. Kebanyakan saya kutip dari Khalid bin Walid “Sang Legenda Militer Islam” karya Shadiq Ibrahim Argoun.

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

Rasulullah SAW. Wafat setelah seluruh pelosok Arab masuk Islam. Karena masih banyak yang beriman dalam ragu, ditambah provokasi kaum munafik dan Yahudi, akhrinya banyak yang murtad dan kembali kepada kejahiliahan. “Sekiranya seorang nabi, niscaya Muhammad tidak akan mati.”

Yang tersisa hanya sekumpulan mukmin yang meyakini kepemimpinan seorang manusia terbaik setelah para nabi, tiang agama, dan pembaru Islam pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq. Tidak seorang pun di dalam Islam pada hari itu, bahkan al Faruq atau yang lainnya, kecuali semuanya mengalami keraguan dalam melangkah.

Aisyah bertutur, “Ketika Rasulullah SAW wafat, banyak bangsa Arab yang murtad, kaum Yahudi dan Nasrani mendongakkan kepalanya, serta kemunafikan merajalela. Kaum muslimin seperti kambing yang kehujanan di malam gelap gulita karena kehilangan nabi dan pemimpinnya hingga Allah pun menghimpun mereka kembali di tangan Abu Bakar. Akhirnya, di pundak bapakku pun jatuh beban yang sekiranya beban itu menimpa gunung yang kuat, niscaya akan meruntuhkannya.”

Saat itu, Usamah bin Zaid bersama sebagian kaum Muslimin sedang diutus untuk mengelilingi daerah al-Balqa, tempat Perang Mu’tah. Banyak para sahabat yang memberi saran agar menarik mundur pasukan Usamah demi mengamankan Madinah dari kaum-kaum yang akan coba menyerang di saat Islam sedang lemah.

Ketika mendengar wafatnya Rasul, Usamah berkata kepada Umar, “Pulanglah, dan temui khalifah pengganti Rasulullah! Mohonlah izin kepadanya agar aku bisa membawa pulang pasukan ini lagi karena bersamaku sejumlah pasukan besar. Aku merasa khalifah pengganti Rasulullah itu tidak dalam keadaan aman sementara itu Rasulullah SAW tengah sakit parah. Beban berat yang dipikul kamu muslimin adalah jika mereka tiba-tiba diserang oleh kaum musyirikin.”

Orang-orang Anshar berseru, “Jika khalifah menolak memberi kita izin pulang dan malah memerintahkan kita melanjutkan perjalanan, sampaikan dan mintalah kepadanya agar mengangkat pemimpin untuk kami yang lebih tua dari Usamah.”

Umar pun berangkat dan memberitahu Abu Bakar. Abu Bakar pun menjawab, “Sekiranya aku diterkam anjing atau serigala pun, aku tetap tidak ingin menggugurkan keputusan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.”

Umar lalu berkata, “Orang-orang Anshar memintaku untuk menyampaikan keinginan mereka kepadamu. Mereka ingin agar engkau mengangkat pemimpin yang lebih tua dari Usamah.”
Mendengar hal itu, Abu Bakar melompat dan segera memegang janggut Umar seraya berkata “Ibumu telah kehilanganmu, wahai Umar. Rasulullah SAW telah mengangkat Usamah menjadi pemimpin dan engkau menyuruhku agar menggantinya?” 
Akhirnya Umar kembali ke pasukan Usamah. Orang-orang bertanya kepadanya, “Apa yang engkau dapat Umar?” Umar menjawab, “Ibu kalian telah kehilangan, lanjutkan yang sudah ada! Aku tidak mendapatkan apa yang kalian inginkan dari khalifah pengganti Rasulullah. 
Akhirnya, pasukan Usamah selesai menjalankan misinya. Abu Bakar sebelumnya telah memutuskan, untuk menumpas orang-orang yang murtad atau menolak membayar zakat. Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sekiranya mereka enggan membayarkan zakat yang biasa mereka bayarkan dulu kepada Rasulullah, niscaya akan kuperangi mereka akibat tindakan menolaknya. Jika semua orang mengecewakanku, niscaya akan tetap kuperangi mereka sendirian.” Hingga akhirnya, seluruh jazirah Arab kembali masuk Islam.

Keteguhan hati tidak pernah mengkhianati.

KHALID BIN WALID

“Kaum wanita tidak lagi mampu melahirkan orang-orang seperti Khalid.” (Abu Bakar ash-Shiddiq)

Thulaihah bin al-Khuwailid adalah salah satu pendusta yang mengaku sebagai nabi di masa Rasuluullah SAW. Nabi pun mengutus pasukan yang dipimpin oleh Dhirar bin al-Azwar untuk menindaknya, dan hampir saja berhasil menangkap Thulaihah. Akan tetapi, Rasulullah kemudian wafat dan masalah ini menjadi terbengkalai. Akhirnya, Abu Bakar mengarahkan pasukan pemberantasan kaum murtad yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.

Kaum muslimin pun tiba di tempat Thulaihah dan pasukannya. Khalid mengajak agar kembali memeluk Islam. Namun, Thulaihah menolak dan ia membanggakan diri dengan banyaknya jumlah pasukan. Akhirnya, Khalid pun meninggalkannnya dan kembali ke perkemahan. Semua orang merapatkan barisannya.

Thulaihan pun keluar bersama pasukan khususnya yang terdiri atas 40 orang budak yang berbadan kuat dan keras. Ia menempatkan mereka di sebelah kanan, dan memerintahkannya untuk menyerang hingga ke arah kiri. Orang-orang banyak yang kelelahan dan tidak seorang pun berhasil membunuh mereka. Kemudian, Thulaihah menempatkan mereka di barisan kiri, lalu mereka melancarkan serangan dari kiri ke kanan seperti pertama tadi. Tidak ada yang mampu menghentikannya.

Khalid pun memutuskan untuk maju dan menerobos barisan musuh. “Allah…Allah…! Engkau adalah pemimpin pasukan, tidak patut bagimu untuk maju ke barisan terdepan.” Khalid menjawab, “Demi Allah, aku tahu apa yang kalian katakan itu, tetapi aku tidak bisa bersabar lagi dan aku takut kaum Muslimin mengalami kekalahan.”

Kemudian ia bergerak maju hingga tidak seorang pun dari empat puluh pasukan khusus Tuhlaihah yang tersisa. Saat itu, ia berperang menggunakan dua bilang pedang hingga keduanya patah.

Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq di dalam wasiat kepada Khalid, “Haparakanlah kematian, niscaya engkau dianugerahi kehidupan.”
Diriwayatkan bahwa ketika Thulaihah melihat kekalahan sahabat-sahabatnya dalam penyerangan itu, ia berkata, “Celaka kalian, apa yang menyebabkan kalian kalah?” Seorang dari mereka menjawab, “Aku beri tahu engkau alasannya. Setiap orang dari kita lebih suka jika temannya mati terlebih dahulu dari dirinya, sedangkan kita berhadapan dengan kaum-kaum yang lebih suka jika dirinya mati sebelum temannya.”


Pemimpin sejati, paham satnya mendorong dari belakang, tepat ketika harus memberi contoh dari depan.

Saturday, January 13, 2018

Peraturan Pemerintah No. 52/2017: Akhir Kontroversi DLP?

Baru-baru ini, Sektretaris Kabinet RI mengumumkan bahwa presiden sudah menandatangani Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2017 tentang Pendidikan Kedokteran. Walaupun dalam tanda tangan tercantum tanggal 27 Desember 2017, info ini baru diumumkan secara resmi oleh setkab.go.id pada 11 Januari 2018.


Pertanyaan besarnya: lalu apa setelah adanya PP yang muncul karena amanat UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran? Yang lebih seru dibahas, tentu polemik Dokter Layanan Primer, yang banyak disinggung dalam PP ini.

Mengapa Perlu Ada Peraturan Pemerintah (PP)?

Mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011 bawa PP "Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.". Dalam hal ini berdasarkan konsultasi teman saya (Rico Novianto, calon wisudawan Februari 2018), PP bersifat pelasana sedangkan UU umum-abstrak. Kita dulu pun sempat belajar tentang hierarki hukum di Indonesia, walau di bawah UU, tetapi PP tetap mengikat ke seluruh warga Indonesia.

Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Memang telah dicantumkan pada pasal 7 ayat (9) di UU bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai program DLP dan program internsip diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pun dalam 6 ayat (6) bahwa syarat dan ketentuan pembentukan FK/FKG diatur dalam PP.

PP No. 52/2017 tersebut pun dituliskan dalam pertimbangannya dibuat dan hanya dibuat berdasarkan pasal-pasal di UU No. 20/2013.

Di UU No. 23/2013 juga dituliskan hal-hal yang akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri seperti seleksi mahasiswa, ketentuan warga negara asing, atau sanksi administratif.

Lalu, Apa Perbedaan PP dan UU Pendidikan Kedokteran?

Adapun komponen-komponen dalam UU yang dibahas secara umum adalah:
1. Tujuan pendidikan kedokteran
2. Syarat-syarat pembentukan dan penyelenggaraan
3. RS/wahana pendidikan
4. Dosen
5. Standar Nasional Pendidikan Kedokteran
6. Kurikulum
7. Syarat menjadi mahasiswa FK
8. Warga Negara Asing
9. Beasiswa
10. Uji Kompetensi
11. Penelitian
12. Penjaminan mutu
13. Pembiayaan
14. Sanksi

PP sendiri membahas tentang:
1. Pembentukan FK, FKG, dan penambahan prodi kesehatan.
2. Internsip
3. DLP
4. Dosen di RS/wahana Pendidikan
5. Etika profesi dan sumpah dokter
6. Kerja sama FK/FKG dengan wahana/lembaga lain

Saya disini hanya menganalisis tiga fokus utama: pembukaan FK baru, internsip, dan DLP.

Tentang Pembukaan FK Baru

Secara umum, PP mengatur lebih detil tentang pembukaan FK baru dibanding UU. Adapun syarat-syarat pembentukan FK baru tersebut:

Pasal 4
(1) Pembentukan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit harus memiliki: 
a. studi kelayakan dan naskah akademik;
b. rencana strategis, termasuk rencana induk penelitian, dan pengabdian masyarakat;
rancangan kurikulum yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran;
d. Dosen yang memenuhi jumlah, jenis keilmuan, dan kualifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
e. tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
f. lahan dengan status hak milik/hak pakailhak guna bangunan atas nama badan penyelenggara perguruan tinggi;
gedung untuk penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi standar kualitas sesuai aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja;
h. laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium bioetika/ humaniora kesehatan, serta laboratorium kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat, yang digunakan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran;
1. perencanaan sistem seleksi dan jumlah penerimaan calon mahasiswa dengan jumlah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
Rumah Sakit Pendidikan atau memiliki rumah sakit yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran yang dibuktikan dengan dokumen perjanjian kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. sumber pendanaan dan perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kedokteran gigi;
l. sistem penjaminan mutu internal;
m. hasil evaluasi tim independen yang dibentuk oleh Menteri; dan
n. rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Menarik bahwa menteri kesehatan di sini memliki poin yang harus dilengkapi sebagai rekomendasi, tidak lagi hanya berdasarkan keputusan Menteri Ristekdikti.

Tentang Internsip

Ketika sebelumnya di UU, internsip hanya disebutkan sebagai "pemahiran dan pemandirian" dokter yang telah disumpah, wajib,  dan dilaksanakan paling lama satu tahun pada bagian penjelasan. Adapun, dalam PP intersip dijelaskan sebagai berikut.


Pasal 7
Program Internsip secara nasional, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 8
(1) Program Internsip dokter dilakukan dalam rangka pemahiran dan pemandirian dokter.
(2) Program Internsip dokter gigi dilakukan dalam rangka penyesuaian dalam pemantapan kompetensi di wahana yang berbeda-beda dan/atau hubungan antar profesi.
(3) Jangka waktu program Internsip diperhitungkan sebagai masa kerja.
Pasal 9
(1) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara Indonesia yang lulus program profesi dokter atau dokter Sigi dalam negeri dan luar negeri wajib mengikuti program Internsip.
(2) Syarat untuk mengikuti program Internsip meliputi:
a. lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter atau Dokter Gigi;
b. telah disumpah sebagai dokter atau dokter gigi; dan
c. memiliki STR untuk kewenangan Internsip dan SIP Internsip.
(3) Syarat untuk mengikuti program Internsip bagi dokter atau dokter gigi warga negara Indonesia lulusan luar negeri meliputi:
a. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh kolegium; dan
b. memiliki STR untuk kewenangan Internsip dan SIP Internsip.
Pasal 10
(1) Peserta program Internsip wajib didampingi oleh Dokter atau Dokter Gigi pendamping Internsip.
(2) Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bertugas memberikan peningkatan pemahaman dan kemampuan mengenai tugas dan fungsi Dokter atau Dokter Gigi pendamping Internsip.
Pasal 11
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dalam rangka menyelenggarakan program Internsip dapat membentuk komite Internsip.
(21 Komite Internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ex-officio dan berkedudukan di bawah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, tugas, dan fungsi komite Internsip diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 12
(1) Program Internsip dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat.
(3) Program Internsip dokter dan dokter gigi dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 13
Dokter atau dokter gigi yang telah menyelesaikan program Internsip memperoleh surat tanda selesai program Internsip yang diterbitkan oleh komite Internsip.
Pasal 14
Dokter atau dokter gigi yang mengikuti program Internsip wajib:
a. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia;
b. bekerja sesuai dengan standar kompetensi, standar pelayanan, dan standar profesi;
c. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan;
d. mengembangkan keterampilan praktik kedokteran pelayanan kesehatan primer yang menekankan pada upaya promotif dan preventif;
e. bekerja dalam batas kewenangan klinis, mematuhi peraturan internal fasilitas pelayanan kesehatan, serta ketentuan hukum dan etika; dan
f. berperan aktif dalam tim pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan;
Pasal 15
Dokter atau dokter gigi yang mengikuti program Internsip berhak:
a. mendapat bantuan biaya hidup dasar, transportasi, dan/atau tunjangan;
b. mendapat perlindungan hukum sepanjang mematuhi standar profesi dan standar pelayanan;
c. mendapat Dokter atau Dokter Gigi pendamping; dan
d. mendapat fasilitas tempat tinggal.
Pasal 16
(1) Biaya penyelenggaraan program Internsip dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
(2) Pemerintah Daerah memberikan fasilitas dalam penyelenggaraan program Internsip.
Pasal 17
(3) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan bersama Menteri dengan mengikutsertakan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program Internsip dokter atau dokter gigi.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu program Internsip secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Pasal 18
(1) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang mengikuti program Internsip melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menjatuhkan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. rekomendasi penundaan penerbitan STR definitif.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan program Internsip diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Hal-hal penting yang diatur dalam PP tersebut adalah:
1. Hak-hak peserta program internsip. Selama ini seringkali kita dengar tentang ketimpangan kualitas wahana internsip, seperti tidak ada dokter pendamping, BHD tidak sesuai (bahkan telat), harus mencari sendiri tempat tinggal. Melalui PP ini, hal-hal tersebut harusnya menjadi kewajiban untuk bisa disediakan oleh penyelenggara, ataupun menjadi dasar untuk memprotes kebijakan yang tidak sesuai amanat.
2. Itu aja sih. Sisanya sepertinya sama atau hanya penulisan dari yang sudah-sudah. Setidaknya jelas saat ini bahwa yang mengatur internsip dari kemkes melalui Badan PPSDM Kesehatan (http://www.internsip.kemkes.go.id). Pun hal-hal yang belum diatur lebih lanjut akan dibuat di Peraturan Menteri.

Tentang Dokter Layanan Primer

DLP selalu menjadi topik hangat, setidaknya 3 tahun ke belakang ini. Saat UU ini pertamakali muncul, publik seolah digegerkan dengan istilah baru melengkapi dokter dan dokter spesialis yang selama ini lazim didengar, ditambah istilah baru dokter layanan primer. Barang apakah itu? Dalam penjelasannya, dituliskan bahwa DLP adalah
Program dokter layanan primer ditujukan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pelaku awal pada layanan kesehatan tingkat pertama, melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua, dan melakukan kendali mutu serta kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi dokter dalam sistem jaminan kesehatan nasional.
Dalam PP ini diatur lebih detil tentang pokok-pokok DLP. Pasal-pasal yang terkait sebagai berikut.
Pasal 20
(1) Program DLP merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program Internsip yang setara dengan dokter spesialis.
(2) Program DLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat pilihan pendidikan profesi kedokteran.
(3) Program DLP setara dengan program dokter spesialis dalam hal standar pendidikan, pengakuan, dan penghargaan terhadap lulusan. 
Pasal 21
(1) DLP memiliki fungsi:
a. memberikan pelayanan kesehatan di pelayanan primer yang berpusat pada individu, berfokus pada keluarga, dan berorientasi pada komunitas yang sesuai dengan latar belakang budaya;
b. menyediakan pelayanan holistik yang mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual dengan membina hubungan dokter-pasien yang erat dan setara;
c. menyediakan pelayanan komprehensif meliputi promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan paliatif, yang berkelanjutan pada semua kelompok usia dan penyakit; dan
d. memberikan pelayanan sesuai etik dan bertanggung jawab secara profesional berbasis bukti ilmiah.
(2) DLP bersama dokter spesialis-subspesialis, dokter gigi spesialis-subspesialis, dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lain berpartisipasi aktif melaksanakan program jaminan kesehatan nasional dan program nasional lain pada pelayanan kesehatan.
(3) DLP memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi DLP.

Pasal 22
(1) Program DLP hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran yang memiliki program studi kedokteran dengan peringkat akreditasi tertinggi.
(2) Fakultas Kedokteran dalam menyelenggarakan program DLP berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.
(3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam bentuk penjaminan mutu uji kompetensi.
(4) Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan DLP, Fakultas Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang memiliki program studi kedokteran dengan kategori akreditasi setingkat lebih rendah dalam menjalankan program DLP. 
Pasal 23
(1) Program DLP dapat dilakukan melalui rekognisi pembelajaran lampau.
(2) Rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengakuan atas capaian pembelajaran dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja ke dalam pendidikan formal.
(3) Rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Pasal 24
(1) Program DLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan pada:
a. wahana pendidikan DLP; dan/atau
b. Rumah Sakit Pendidikan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai wahana pendidikan DLP sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 
Pasal 25
(1) Program DLP dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan dan standar kompetensi DLP.
(2) Standar pendidikan dan standar kompetensi DLP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.
(3) Standar pendidikan dan standar kompetensi DLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun bersama oleh Kementerian, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Organisasi Profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, dan disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(4) Sistem penjaminan mutu program pendidikan DLP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program DLP diatur dengan Peraturan Menteri.
 Peran Apa yang Akan Kita Ambil Ke Depan?

Munculnya PP ini jelas merupakan sebuah keharusan karena amanat UU. Banyak dari isinya pun akhirnya menjawab polemik yang selama ini terjadi di masyarakat. Banyak hal-hal positif yang dapat kita pegang dan dijadikan dasar, seperti pada pembahasan internsip. Kekhawatiran atau realita kondisi yang terjadi di lapangan, seperti ketiadaan pendamping, BHD yang dibayarkan tidak sesuai, fasilitas yang minim, seharusnya dapat lebih ajek dikawal bersama sesuai PP, baik oleh  peserta program ataupun organisasi mahasiswa.

Terkait DLP, dalam tulisan kali ini, saya tidak memperdebatkan segala kelebihan dan kekurangannya, yang selama ini sudah banyak kajian bertebebaran yang cukup komprehensif. Akan tetapi, saya akan fokus pada apa dampak adanya PP ini pada pendidikan kedokteran di masa mendatang, menurut saya.

Pada akhirnya, pemerintah memiliki hak, bahkan wajib, untuk mewujudkan program-program yang telah diamanatkan. DLP, cepat atau lambat, akan jalan dan pendidikan kedokteran akan memasuki era baru. Ruang diskusi terkait setuju/tidak setuju harus mulai digeser ke arah, bagaimana agar aspirasi-aspirasi yang dikahawatirkan oleh para pihak kontra, dapat ditampung dan disiasati agar tidak terjadi.

Beberapa hal yang menurut saya masih perlu dijawab oleh Pemerintah terkait DLP adalah,

1. Kurikulum. Hal-hal yang dikatakan akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri tentu dinanti-nanti. Sampai saat ini, saya pun masih bingung apa saja hal-hal yang akan dipelajari oleh DLP dalam realitanya.

2. Evidence-based DLP/pilot project di Indonesia. Pembuktian perlu ditunjukkan lewat kualitas DLP yang bekerja di layanan primer, dapat memberikan dampak lebih baik.

3. Konkrit dari perbedaan DLP dengan dokter (umum) dan sarjana kesehatan masyarakat. Masih banyak tanda tanya, apakah nantinya DLP menjadi kepala Puskesmas? Apakah dalam rekam medisnya, kajian individu lebih komprehensif? Apakah DLP lebih banyak aktif melakukan pendekatan langsung ke masyarakat dibanding duduk di belakang meja praktik? Bagaimana agar tidak tumpang tindih dengan pelaku kesehatan masyarakat? Atau, sebenarnya DLP sama seperti dokter (umum) tetapi dengan pengetahuan yang lebih banyak?

Sembari menunggu Pemerintah perlahan menjawab tantangan layanan primer di Indonesia, kita juga tidak boleh hanya asik menonton sambil menyeruput segelas kopi hangat. Turut berkontribusi dengan menciptakan program-program pengabdian ke masyarakat adalah langkah konkrit yang bisa dilakukan, seperti melalui community development. Kedua, menjadi mitra kritis pemerintah untuk memberi masukan konstruktif. Sikap-sikap penolakan harus mulai digeser untuk sama-sama bekerja mewujudkan DLP seideal mungkin.
Jika bangsa ini butuh orang cerdas, maka tentu bangsa ini sudah lebih dulu maju
Akan tetapi nyatanya cerdas saja belum cukup, butuh juga baik
Mereka yang cerdas dan baik yang akan berupaya maksimal demi kemajuan bangsa
Bangsa ini butuh Anda!
Jakarta, 13 Januari 2017
Fadhli Waznan

Saturday, October 1, 2016

PEMIMPIN MAHASISWA

(tulisan ini adalah sebuah refleksi berdasarkan pengalaman penulis. Data dan informasi yang disajikan mungkin benar, tetapi masukan dari pembaca adalah yang utama)



Menjadi pemimpin di kalangan mahasiswa, saya pikir punya tantangan tersendiri dibanding pemimpin-pemimpin di level lain (terutama di masyarakat terpimpin yang tidak melihat langsung bagaimana keseharian pemimpinnya). Karena pemimpin mahasiswa pasti hidup, tumbuh, dan besar di civil society yang sama dengan tempat ia memimpin. Oleh karena itu, integritas dan karakter dari pemimpin mahasiswa akan melewati uji lapangan. Apakah yang ia lakukan sesuai dengan yang ia ucapkan? Apakah ia pantas untuk memimpin kami? Bagaimana kehidupan akademis dan keluarganya, sudahkah ia beres dengan urusan pribadinya? Hal ini akhirnya akan membuat publik memiliki dua sikap. Sikap pertama, segan saat pemimpinnya memiliki kualitas bukan sekedar pencitraan. Sikap kedua, antipati melihat ketidaksesuaian realita.

Dari seseorang manusia ‘blank state’ menuju apa yang disebut dengan pemimpin ideal, setidaknya ada dua pintu yang menurut saya harus dibuka melalui kuncinya masing-masing. Kunci pertama adalah kunci esensial dan kunci kedua adalah kunci nilai tambah.

Kunci Esensial

Sesuai dengan namanya, esensial artinya wajib/harus/kudu ada dalam seorang pemimpin. Setelah saya mempelajari, menurut saya satu hanya satu hal yang harus ada dalam kriteria ini: kematangan karakter.
Pada dasarnya menjadi pemimpin adalah sebuah amanah. Amanah terkadang tidak bisa dipih, melainkan memilih orang yang tepat. Kondisi ini tidak akan muncul jika tidak ada kepercayaan dari orang yang memberikan. Dalam membentuk kepercayaan itu, seseorang harus membuktikan seberapa jujur dirinya, prinsip apa yang dia pegang (biasanya adalah senantiasa ingin memberi manfaat bagi orang lain), seberapa sering ia menepati perkataannya, tindakan apa yang dilakukan saat melihat adanya masalah, dan lain sebagainya berkaitan dengan kematangan karakter. Dengan memiliki “kemampuan” ini, seseorang akan berhasil membuka pintu pertama dan mendapatkan titel baru: pemimpin.

Kunci Nilai Tambah

Sudah mendapat gelar baru, apakah cukup? Dengan matangnya karakter, beratnya amanah kepemimpinan mungkin dapat dilalui. Pertanyaannya, bagaimana ‘akhir’ cerita dari hasil kepemimpinannya, sekedar pelengkap biografi organisasi ataukah menambah deret prestasi? Hal ini dapat dijawab jika seseorang memiliki kunci kedua.
Saya membuat definisi operasional sendiri terkait hal ini. Nilai tambah bagi saya adalah hal-hal yang dapat mengakselerasi “sesuatu” tetapi tidak akan membuat “sesuatu” tersebut mati jika tidak ada hal itu…. Intinya, kebutuhan sekunder/tersier dari seorang pemimpin. Termasuk di dalamnya: kemampuan public speaking, prestasi akademis yang gemilang, kemampuan teknis yang baik, paham akan perkembangan teknologi, jago olahraga, ganteng, punya penghasilan, populer, senantiasa memerhatikan bawahan, dan lain sebagainya.
Hal-hal di atas pada akhirnya akan membuat kepemimpinan seseorang semakin disegani, terlebih saat ia berhasil menyebarkan hal tersebut dalam organisasinya pula (yang mana justru adalah sebuah keharusan). Organisasi akan berjalan progresif, harmonis, dan inspiratif, seperti tidak pernah dilakukan oleh organisasi sebelumnya. Di saat itulah kunci nilai tambah berhasil terbuka, membuat seseorang mendapat gelar baru: pemimpin ideal.

Pemimpin Ideal: Sebuah Proses

Yang salah adalah terkadang seseorang merasa dirinya tidak mampu menjadi seorang pemimpin karena menjadikan “nilai tambah” sebagai alasan. Padahal memang seberapa banyak pun nilai tambah yang dimiliki seseorang, tidak akan menjadikannya pemimpin, tanpa ia berhasil membuka pintu pertama. Seorang public speaker yang hebat, tidak akan dipercaya jika ia hanya berkata tanpa bertindak (tidak berintegritas). Seseorang yang gemilang akademisnya tidak akan dipercaya jika ia mencapainya menghalalkan segala cara (tidak jujur). One can’t be achieved before get rid of anothers. Kepemimpinan ideal tidak akan bisa dicapai tanpa adanya nilai tambah seorang pemimpin dan titel pemimpin tidak akan tercapai tanpa adanya kematangan karakter. terselesaikan. Lantas, haruskah kita memiliki kedua kunci terlebih dahulu sebelum memimpin? Atau pada level manakah ‘tingkat’ dari kedua kunci itu harus dimiliki?
Faldo Maldini tidak akan pernah sehebat saat ini tanpa melalui proses yang ada. Apakah dirinya saat ini sama seperti ia mejadi ketua BEM FMIPA 2011 dulu? Tentu tidak. Lantas mengapa ia sekarang bisa menjadi seperti dirinya saat ini? Karena sebuah proses yang terus menempanya. Jika ia terus memikirkan bahwa menjadi pemimpin haruslah seseorang yang ideal, tentu tidak akan ada Faldo Maldini saat ini, karena ia tidak akan pernah berani mencoba. Pada akhirnya pemimpin ideal adalah sebuah utopia. Yang ada adalah proses menuju pemimpin ideal. Kita tidak akan pernah mencapai taraf pemimpin ideal saat tidak melewati proses menujunya (yang hanya dapat dicapai jika kita mulai untuk memimpin). Semua orang paham bahwa tidak akan ada manusia yang sangat ideal, pasti setiap orang memiliki kekurangan. Hidup adalah sebuah proses pembelajaran, setiap pembelajaran tersebut akan menghasilkan pengalaman, kematangan karakter, dan nilai tambah yang terus meningkat seiring berjalannya waktu dan level kesukaran. Proses ini tidak pernah selesai. Maka yang terpenting dari seseorang saat ia ingin menjadi pemimpin, adalah keberanian mencoba dan kematangan karakter.

Beranikah kita menjawab amanah yang ditujukan kepada kita? Beranikah kita memegang teguh kematangan karakter yang kita miliki? Siapkah kita untuk belajar dalam setiap tahapan prosesnya? Hanya dengan mencoba, satu-satunya jawaban. Saat kamu berhasil, pegang terus kedua kunci itu. Maka kamu akan dihormati dan disegani oleh orang-orang. Itulah yang saya pelajari tentang menjadi pemimpin di kalangan mahasiswa.

#baktinusa #kepemimpinan #SLT #dompetdhuafa