Sunday, April 8, 2012

Ilmu Manajemen dan Seorang Ahli

Suatu ketika saya pernah terlibat perbincangan dengan ibu saya. Topiknya mengenai cita-cita saya. Entah kenapa, setiap kali seseorang makin bertambah usia yang seharusnya makin dekat dengan apa yang ia cita-citakan, kebanyakan orang menjadi bingung dan bimbang dengan apa yang ia cita-citakan, begitupun dengan saya.

Aktif di organisasi adalah salah satu dari kegiatan saya. Sedangkan saya dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi dokter. Namun melihat kegiatan yang saya jalankan saya pernah berkata kepada ibu saya, bahwa sepertinya saya ingin menjadi salah satu anggota DPR ataupun pemerintah, melihat republik yang saat ini memerlukan reformasi birokrasi yang sudah cukup mengenaskan.

Ibu saya tidaklah kaget, dan berkata kepada saya, bahwa apa yang saya katakan memang persis dengan apa yang teman-temannya katakan. Ibu saya suatu waktu bercerita tentang anaknya kepada teman-temannya, dan ketika menceritakan saya yang aktif di organisasi, teman-teman ibu saya banyak yang mengatakan kuliahkan saja di fakultas dengan jurusan yang mempelajari manajemen, maka pasti akan menjadi diplomat sukses. Namun ibu saya mempunyai pandangan lain, bahwa
untuk menjadi seorang yang ahli dalam bidang diplomat, perlu suatu pondasi khusus yaitu ilmu yang benar-benar telah kita kuasai.
Karena seorang diplomat tanpa ilmu dasar hanya akan menjalani kehidupannya dengan janji-janji yang dirinya sendiri mungkin tidaklah paham bagaimana merealisasikannya. Dan mungkin itulah yang terjadi di republik ini, pemerintahan yang banyak mengandalkan orang-orang yang memang ahli dalam manajemen namun tidak memiliki pondasi ilmu khusus yang dikuasi, sehingga progress yang mereka lakukan sangatlah lambat dan tidak efisien.

Itulah sebabnya, kita sebagai seorang manusia, perlu memiliki spesialisasi ilmu tersendiri jika ingin menjadi seorang pejabat. Ibu saya pun menyuruh saya untuk fokus tetap menjadi dokter terlebih dahulu. Dengan menguasai ilmu kesehatan, sehingga lebih bisa mengerti bagaimana situasi dan kondisi sebenarnya di masyarakat, barulah kemudian mengaturnya.
Ketika satu tambah satu tidaklah sama dengan dua