Saturday, October 1, 2016

PEMIMPIN MAHASISWA

(tulisan ini adalah sebuah refleksi berdasarkan pengalaman penulis. Data dan informasi yang disajikan mungkin benar, tetapi masukan dari pembaca adalah yang utama)



Menjadi pemimpin di kalangan mahasiswa, saya pikir punya tantangan tersendiri dibanding pemimpin-pemimpin di level lain (terutama di masyarakat terpimpin yang tidak melihat langsung bagaimana keseharian pemimpinnya). Karena pemimpin mahasiswa pasti hidup, tumbuh, dan besar di civil society yang sama dengan tempat ia memimpin. Oleh karena itu, integritas dan karakter dari pemimpin mahasiswa akan melewati uji lapangan. Apakah yang ia lakukan sesuai dengan yang ia ucapkan? Apakah ia pantas untuk memimpin kami? Bagaimana kehidupan akademis dan keluarganya, sudahkah ia beres dengan urusan pribadinya? Hal ini akhirnya akan membuat publik memiliki dua sikap. Sikap pertama, segan saat pemimpinnya memiliki kualitas bukan sekedar pencitraan. Sikap kedua, antipati melihat ketidaksesuaian realita.

Dari seseorang manusia ‘blank state’ menuju apa yang disebut dengan pemimpin ideal, setidaknya ada dua pintu yang menurut saya harus dibuka melalui kuncinya masing-masing. Kunci pertama adalah kunci esensial dan kunci kedua adalah kunci nilai tambah.

Kunci Esensial

Sesuai dengan namanya, esensial artinya wajib/harus/kudu ada dalam seorang pemimpin. Setelah saya mempelajari, menurut saya satu hanya satu hal yang harus ada dalam kriteria ini: kematangan karakter.
Pada dasarnya menjadi pemimpin adalah sebuah amanah. Amanah terkadang tidak bisa dipih, melainkan memilih orang yang tepat. Kondisi ini tidak akan muncul jika tidak ada kepercayaan dari orang yang memberikan. Dalam membentuk kepercayaan itu, seseorang harus membuktikan seberapa jujur dirinya, prinsip apa yang dia pegang (biasanya adalah senantiasa ingin memberi manfaat bagi orang lain), seberapa sering ia menepati perkataannya, tindakan apa yang dilakukan saat melihat adanya masalah, dan lain sebagainya berkaitan dengan kematangan karakter. Dengan memiliki “kemampuan” ini, seseorang akan berhasil membuka pintu pertama dan mendapatkan titel baru: pemimpin.

Kunci Nilai Tambah

Sudah mendapat gelar baru, apakah cukup? Dengan matangnya karakter, beratnya amanah kepemimpinan mungkin dapat dilalui. Pertanyaannya, bagaimana ‘akhir’ cerita dari hasil kepemimpinannya, sekedar pelengkap biografi organisasi ataukah menambah deret prestasi? Hal ini dapat dijawab jika seseorang memiliki kunci kedua.
Saya membuat definisi operasional sendiri terkait hal ini. Nilai tambah bagi saya adalah hal-hal yang dapat mengakselerasi “sesuatu” tetapi tidak akan membuat “sesuatu” tersebut mati jika tidak ada hal itu…. Intinya, kebutuhan sekunder/tersier dari seorang pemimpin. Termasuk di dalamnya: kemampuan public speaking, prestasi akademis yang gemilang, kemampuan teknis yang baik, paham akan perkembangan teknologi, jago olahraga, ganteng, punya penghasilan, populer, senantiasa memerhatikan bawahan, dan lain sebagainya.
Hal-hal di atas pada akhirnya akan membuat kepemimpinan seseorang semakin disegani, terlebih saat ia berhasil menyebarkan hal tersebut dalam organisasinya pula (yang mana justru adalah sebuah keharusan). Organisasi akan berjalan progresif, harmonis, dan inspiratif, seperti tidak pernah dilakukan oleh organisasi sebelumnya. Di saat itulah kunci nilai tambah berhasil terbuka, membuat seseorang mendapat gelar baru: pemimpin ideal.

Pemimpin Ideal: Sebuah Proses

Yang salah adalah terkadang seseorang merasa dirinya tidak mampu menjadi seorang pemimpin karena menjadikan “nilai tambah” sebagai alasan. Padahal memang seberapa banyak pun nilai tambah yang dimiliki seseorang, tidak akan menjadikannya pemimpin, tanpa ia berhasil membuka pintu pertama. Seorang public speaker yang hebat, tidak akan dipercaya jika ia hanya berkata tanpa bertindak (tidak berintegritas). Seseorang yang gemilang akademisnya tidak akan dipercaya jika ia mencapainya menghalalkan segala cara (tidak jujur). One can’t be achieved before get rid of anothers. Kepemimpinan ideal tidak akan bisa dicapai tanpa adanya nilai tambah seorang pemimpin dan titel pemimpin tidak akan tercapai tanpa adanya kematangan karakter. terselesaikan. Lantas, haruskah kita memiliki kedua kunci terlebih dahulu sebelum memimpin? Atau pada level manakah ‘tingkat’ dari kedua kunci itu harus dimiliki?
Faldo Maldini tidak akan pernah sehebat saat ini tanpa melalui proses yang ada. Apakah dirinya saat ini sama seperti ia mejadi ketua BEM FMIPA 2011 dulu? Tentu tidak. Lantas mengapa ia sekarang bisa menjadi seperti dirinya saat ini? Karena sebuah proses yang terus menempanya. Jika ia terus memikirkan bahwa menjadi pemimpin haruslah seseorang yang ideal, tentu tidak akan ada Faldo Maldini saat ini, karena ia tidak akan pernah berani mencoba. Pada akhirnya pemimpin ideal adalah sebuah utopia. Yang ada adalah proses menuju pemimpin ideal. Kita tidak akan pernah mencapai taraf pemimpin ideal saat tidak melewati proses menujunya (yang hanya dapat dicapai jika kita mulai untuk memimpin). Semua orang paham bahwa tidak akan ada manusia yang sangat ideal, pasti setiap orang memiliki kekurangan. Hidup adalah sebuah proses pembelajaran, setiap pembelajaran tersebut akan menghasilkan pengalaman, kematangan karakter, dan nilai tambah yang terus meningkat seiring berjalannya waktu dan level kesukaran. Proses ini tidak pernah selesai. Maka yang terpenting dari seseorang saat ia ingin menjadi pemimpin, adalah keberanian mencoba dan kematangan karakter.

Beranikah kita menjawab amanah yang ditujukan kepada kita? Beranikah kita memegang teguh kematangan karakter yang kita miliki? Siapkah kita untuk belajar dalam setiap tahapan prosesnya? Hanya dengan mencoba, satu-satunya jawaban. Saat kamu berhasil, pegang terus kedua kunci itu. Maka kamu akan dihormati dan disegani oleh orang-orang. Itulah yang saya pelajari tentang menjadi pemimpin di kalangan mahasiswa.

#baktinusa #kepemimpinan #SLT #dompetdhuafa

Monday, August 22, 2016

Puasa sebagai Sarana Edukasi Diet 5:2 untuk Pencegahan Penyakit Tidak Menular




Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Dari data yang ada, ternyata 38,3% dari seluruh penyebab kematian adalah akibat PTM seperti jantung iskemik, stroke, dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Obesitas merupakan faktor risiko utama banyak PTM. Obesitas didefinisikan sebagai kondisi ketika Indeks Massa Tubuh (berat/[tinggi2]) melebihi 30 kg/m2. Salah satu penyebab obesitas adalah karena ketidakseimbangan energi yang masuk ke tubuh. Energi yang berlebih ini akan disimpan dalam bentuk cadangan energi, salah satunya adalah lemak. (1)

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengontrol obesitas seperti menurunkan jumlah timbunan lemak dan menjaga kebutuhan nutrisi seminimal mungkin. (2) Salah satu metode untuk mengontrol obesitas adalah dengan mengatur pemasukan kalori yang masuk ke dalam tubuh atau diet yang baik. Ketika pemasukan kalori tubuh lebih sedikit daripada kalori yang keluar, hal ini akan membuat tubuh memecah cadangan energi yang ada seperti lemak, sehingga berat badan akan turun. (3)

Diet 5:2 atau intermittent fasting adalah salah satu contoh metode pengontrolan obesitas yang menerapkan prinsip diet (pola makan). Pada metode  ini, kalori rendah diperbolehkan pada 2 hari seminggu, kemudian makan ‘normal’ pada hari sisanya. Keuntungan dari hal ini berikaitan dengan pengaruh terhadap penurunan berat badan. Penelitian lain menunjukkan individu yang melakukan metode ini akan mencegah progresi dari diabetes tipe 2, memperbaiki risiko penyakit jantung, dan menurunkan tekanan darah. (2,5)

Puasa merupakan keadaan ketika tubuh menghindari makanan, minuman, dan sebagainya dengan sengaja, terutama dari hal-hal yang membatalkan puasa (4). Puasa banyak dijadikan sebagai sarana ibadah di berbagai agama, salah satunya dalam Islam. Orang Islam berpuasa mulai dari matahari terbit hingga terbenam. Salah satu bentuk puasa yang dikenal oleh orang Islam adalah puasa Senin-Kamis. Seseorang akan berpuasa pada hari Senin dan Kamis, menyisakan lima hari lainnya dalam keadaan makan dan minum seperti biasanya. Puasa ini termasuk ke dalam bentuk diet 5:2.

Indonesia memiliki jumlah pemeluk agama Islam mayoritas, sebanyak 85% dari total populasi (6). Walaupun mayoritas Islam, masih banyak orang yang belum melaksanakan puasa Senin-Kamis ini. Padahal, selain bernilai sebagai ibadah, puasa ini juga dapat memberikan maanfaat sehat kepada tubuh.

Puasa Sunnah, Risiko PTM Musnah!

Daftar Referensi:
  1. WHO. The top 10 causes of death. [internet]. [cited 15 October 2015]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/
  2. Johnstone A. Fasting for weight loss: an effective strategy or lates dieting trend? Int J obes. 2015 May;39(5)727-33.
  3. Sherwood L. Human Physiology: From Cell to Systems. 7th ed. Cengage Learning: 2007.
  4. KBBI. Puasa. [internet]. [cited 03 August 2016]. Available from URL: http://kbbi.web.id/puasa
  5. Aly SM. Role of intermittent fasting on improving health and reducing diseases. Int J Health Sci. 2014 Jul;8(3):5-6.
  6. Putra ER. ‘Persentase Umat Islam di Indonesia Jadi 85 Persen’. Republika. [internet]. 09 Januari 2016. [cited 03 August 2016]. Available from URL: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/09/o0ow4v334-persentase-umat-islam-di-indonesia-jadi-85-persen

Sunday, August 21, 2016

One Day TRAIN: Menjadi Cerdas Saja Tidaklah Cukup!

Apakah kamu pernah, atau bahkan sering, terlambat, tidak menyelesaikan tugas tepat waktu, minim mengambil tanggung jawab terutama sebagai pemimpin, atau ditegur karena perilaku? Tentu beberapa dari kita pernah merasakannya. Apakah salah satu faktornya karena kita tidak paham, bagaimana karakter yang baik itu sebenarnya terdiri dari apa?

Kegelisahan akan minimnya sarana yang befokus dalam pendidikan karakter, menjadi dasar pelaksanaan One Day TRAIN. TRAIN sendiri memiliki kepanjangan “What It Means To Be a Smart and Good Students in FKUI”.

Apa Saja yang Dilakukan?

Kegiatan dilaksanakan sekitar pukul 13.00-21.00 di Salemba, Jakarta Pusat. Sesi dimulai dengan team building untuk saling mengenal dan mengeratkan empat peserta. Selanjutnya, dimulailah diskusi tentang “Menjadi Mahasiswa yang Cerdas dan Baik”, dilanjut diskusi bersama Prof. dr. R. Sjamsuhidajat, SpB-KBD. Sesi ditutup dengan diskusi akhir dan peserta ditugaskan untuk membuat refleksi apa yang mereka dapatkan hari ini.

Tanggapan Peserta terkait One Day TRAIN

Bagus Ramasha Amangku:
Sebagai mahasiswa kedokteran, kami diberitahu agar mengembangkan soft skill dan juga latih diri sendiri agar menjadi dokter yang berkarakter di masa depan. Jadi, waktu-waktu kami di FKUI sekarang jangan diisi dengan belajar saja. Saya setuju sekali dengan perkataan tersebut, karena jika hanya mengandalkan dan mengasah intelegensi saja, akan menjadi bahaya terhadap individual itu sendiri dan juga masyarakat, karena akan membentuk output seseorang yang sangat pintar namun tidak bermoral.”

Muhammad Prasetio Wardoyo
Seorang mahasiswa, yang bukan hanya merupakan wujud kelompok cendekiawan namun juga merupakan bibit-bibit pemimpin bangsa di masa depan, haruslah memiliki intelektualitas dan moral yang baik. Jika kita hanya mengejar intelektualitas tanpa memperhatikan sedikitpun moral, maka kita dapat menjadi orang-orang yang cerdas namun tidak memiliki iktikad untuk menghadirkan kebaikan bagi sekitarnya ataupun bangsanya. Sebaliknya, hanya mengedepankan moral namun meninggalkan intelektualitas akan menghasilkan generasi yang baik namun lemah.”

Fadhli Mahri
Apakah standar dalam menjadi dokter yang cerdas dan baik? Ternyata standar itu telah ada dalam suatu dokumen yang disebut SKDI. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Suatu standar yang dibuat oleh sejawat kita dalam Konsil Kedokteran Indonesia dengan penuh pertimbangan. Salah satu pelajaran besar yang juga saya dapatkan kemarin. Salah satu hal yang juga sangat saya sayangkan karena hal ini bahkan belum pernah saya dengar sebelumnya.”
Muhammad Qolby Lazuardi
Mengenai afek juga ada hal yang saya dapatkan dari diskusi dengan Prof. R Sjamsuhidajat SpB-KBD kemarin, yaitu bagaimana pembawaan beliau selama berdiskusi membuat dari saya pribadi bisa lebih nyaman untuk berbicara dan mengemukakan pendapat, karena kalau saya perhatikan setiap ada dari kami yang bicara, beliau selalu mengapresiasi pendapat orang tersebut.”

Bagaimana Hasil Evaluasi Pemahaman Peserta?

Evaluasi pemahaman dilakukan dengan pretes dan postes pada peserta. Data disajikan dalam bentuk persentase yang menjawab benar, kecuali disajikan lain.

No.
Pertanyaan
Pretes
Postes
1.
Profesionalisme dan humanisme adalah 2 nilai inti praktik kedokteran
100%
100%
2.
Menurut teman-teman, apa perbedaan antara cerdas dan baik?
Cerdas: otak, cepat dan luas, IQ EQ SQ. Baik menyangkut orang lain, hati nurani, moral.
Cerdas: kemampuan inteklektual, kognitif. Baik: moral.
3.
Apa yang teman-teman pahami mengenai pendidikan karakter?
Mempelajari karakter masing-masing orang. Memperbaiki sifat menyimpang.
Pendidikan yang mengkombinasikan nilai profesionalisme dan humanisme. Memanusiakan manusia sesuai kebenaran dan kebaikan
4.
Di Indonesia, apa indikator universal yang dapat digunakan sebagai basis kegiatan kemahasiswaan agar hasilnya sejalan dengan profesi dokter?
25%
75%
5.
Apa 1 value inti praktik kedokteran menurut kamu?
Pertolongan, integritas, care, empati
Karakter, profesional, empati, integritas
6.
Penerapan sistem masuk Fakultas Kedokteran hanya perlu mengukur kualias kecerdasan
100%
100%
7.
Yang terpenting dalam pendidikan adalah pendidikan humanisme
25%
100%
8.
Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab satu-satunya melalui kegiatan kemahasiswaan
75%
75%
9.
Standar dokter di Indonesia menggunakan 5 stars doctor
100%
100%
10.
Di FKUI menggunakan budaya 7 stars doctor
25%
25%

Pesan untuk Kamu

Tahukan kamu, salah satu tujuan pendidikan adalah menciptakan pribadi yang cerdas dan baik? Kecerdasan, dibentuk melalui performance character, dengan dimensi di dalamnya seperti menentukan tujuan, komitmen untuk terus belajar, kreatif, dan inisiatif. Kebaikan, dibentuk melalui moral character, dengan dimensinya seperti saling menghormati, kasih sayang, integritas, keadilan, dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Performa tanpa moral akan menjadi powerful evils.
Moral tanpa performa akan menjadi pathetic angels.

Tahukah kamu, bahwa tujuan dari pendidikan kedokteran sebenarnya mengarahkan mahasiswa mempunya kedua dimensi itu? Hal ini dituliskan dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012.

Gambar 1. Tujuh area kompetensi kedokteran.1

Tujuh area kompetensi ini telah dijabarkan secara rinci dalam komponen masing-masing kompetensi. Sangat penting bagi kita, calon dokter atau dokter Indonesia, memahami apa sebenarnya yang menjadi tujuan pendidikan kedokteran saat ini. Hal-hal seperti empati, merenspon dengan baik umpan balik, terus mengevaluasi diri, memahami aspek biopsikokultural adalah sedikit dari penjabaran tersebut, tentu di samping memahami dengan baik kompentensi klinis sebagai seorang dokter.

            Sebagai catatan, FKUI sendiri dalam Kurikulum Fakultas 2012 memiliki tiga area kompetensi tambahan yaitu (1) riset, (2) pengelolaan kegawatdaruratan kedokteran dan kesehatan, dan (3) manajemen pelayanan kesehatan. Selain itu, FKUI juga memiliki nilai budayanya sendiri, yang disebut dengan nilai budaya FKUI-RSCM.

Gambar 2. Nilai budaya FKUI-RSCM.2

Kelima nilai ini seringkali disingkat dengan I PRO EXCELLENCE CARE (Integritiy, Professionalism, Care for others, Collaborative, Excellence).

Mengapa penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal di atas? Perumusan hal-hal tersebut tentu melalui studi panjang dan pengalaman. Dengan memahami dan mempersiapkan diri, seorang dokter yang ideal serta dibutuhkan bangsa Indonesia adalah hasil yang akan tercapai. Karena, menjadi cerdas saja tidaklah cukup!

Fadhli Waznan
Rizta Aulia Widyana
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Daftar Pustaka:
  1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2012. p. 1-90.
  2. RSCM-FKUI. Rencana Strategis Bisnis RSCM-FKUI 2015-2019. p. 16.