Saturday, January 27, 2018

Meneladani Kepemimpinan Para Sahabat

“Kita seringkali membaca biografi tokoh-tokoh hebat: Soekarno, Bill Gates, Soetomo. Tapi sudahkah kita menuntaskan membaca tokoh-tokoh yang sudah ditegaskan, terhebat dalam sejarah manusia? Nabi, dan para sahabatnya.”

Ucapan dr. Zaki (mentor saya) suatu sore cukup memberikan kesan yang mendalam. Betul juga, saya membaca buku-buku kepemimpinan dan motivasi, tapi apakah saya sudah menyelesaikan membaca bagaimana para sahabat Nabi memimpin kaumnya? Yang akhirnya berhasil membuat Islam dari sekedar terasing di gurun pasir, hingga menyebar masuk ke Istana Kisra, menaklukkannya, meluas tanpa batas.

Saya ingin membagikan tulisan yang menurut saya menarik. Kebanyakan saya kutip dari Khalid bin Walid “Sang Legenda Militer Islam” karya Shadiq Ibrahim Argoun.

ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

Rasulullah SAW. Wafat setelah seluruh pelosok Arab masuk Islam. Karena masih banyak yang beriman dalam ragu, ditambah provokasi kaum munafik dan Yahudi, akhrinya banyak yang murtad dan kembali kepada kejahiliahan. “Sekiranya seorang nabi, niscaya Muhammad tidak akan mati.”

Yang tersisa hanya sekumpulan mukmin yang meyakini kepemimpinan seorang manusia terbaik setelah para nabi, tiang agama, dan pembaru Islam pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq. Tidak seorang pun di dalam Islam pada hari itu, bahkan al Faruq atau yang lainnya, kecuali semuanya mengalami keraguan dalam melangkah.

Aisyah bertutur, “Ketika Rasulullah SAW wafat, banyak bangsa Arab yang murtad, kaum Yahudi dan Nasrani mendongakkan kepalanya, serta kemunafikan merajalela. Kaum muslimin seperti kambing yang kehujanan di malam gelap gulita karena kehilangan nabi dan pemimpinnya hingga Allah pun menghimpun mereka kembali di tangan Abu Bakar. Akhirnya, di pundak bapakku pun jatuh beban yang sekiranya beban itu menimpa gunung yang kuat, niscaya akan meruntuhkannya.”

Saat itu, Usamah bin Zaid bersama sebagian kaum Muslimin sedang diutus untuk mengelilingi daerah al-Balqa, tempat Perang Mu’tah. Banyak para sahabat yang memberi saran agar menarik mundur pasukan Usamah demi mengamankan Madinah dari kaum-kaum yang akan coba menyerang di saat Islam sedang lemah.

Ketika mendengar wafatnya Rasul, Usamah berkata kepada Umar, “Pulanglah, dan temui khalifah pengganti Rasulullah! Mohonlah izin kepadanya agar aku bisa membawa pulang pasukan ini lagi karena bersamaku sejumlah pasukan besar. Aku merasa khalifah pengganti Rasulullah itu tidak dalam keadaan aman sementara itu Rasulullah SAW tengah sakit parah. Beban berat yang dipikul kamu muslimin adalah jika mereka tiba-tiba diserang oleh kaum musyirikin.”

Orang-orang Anshar berseru, “Jika khalifah menolak memberi kita izin pulang dan malah memerintahkan kita melanjutkan perjalanan, sampaikan dan mintalah kepadanya agar mengangkat pemimpin untuk kami yang lebih tua dari Usamah.”

Umar pun berangkat dan memberitahu Abu Bakar. Abu Bakar pun menjawab, “Sekiranya aku diterkam anjing atau serigala pun, aku tetap tidak ingin menggugurkan keputusan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.”

Umar lalu berkata, “Orang-orang Anshar memintaku untuk menyampaikan keinginan mereka kepadamu. Mereka ingin agar engkau mengangkat pemimpin yang lebih tua dari Usamah.”
Mendengar hal itu, Abu Bakar melompat dan segera memegang janggut Umar seraya berkata “Ibumu telah kehilanganmu, wahai Umar. Rasulullah SAW telah mengangkat Usamah menjadi pemimpin dan engkau menyuruhku agar menggantinya?” 
Akhirnya Umar kembali ke pasukan Usamah. Orang-orang bertanya kepadanya, “Apa yang engkau dapat Umar?” Umar menjawab, “Ibu kalian telah kehilangan, lanjutkan yang sudah ada! Aku tidak mendapatkan apa yang kalian inginkan dari khalifah pengganti Rasulullah. 
Akhirnya, pasukan Usamah selesai menjalankan misinya. Abu Bakar sebelumnya telah memutuskan, untuk menumpas orang-orang yang murtad atau menolak membayar zakat. Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sekiranya mereka enggan membayarkan zakat yang biasa mereka bayarkan dulu kepada Rasulullah, niscaya akan kuperangi mereka akibat tindakan menolaknya. Jika semua orang mengecewakanku, niscaya akan tetap kuperangi mereka sendirian.” Hingga akhirnya, seluruh jazirah Arab kembali masuk Islam.

Keteguhan hati tidak pernah mengkhianati.

KHALID BIN WALID

“Kaum wanita tidak lagi mampu melahirkan orang-orang seperti Khalid.” (Abu Bakar ash-Shiddiq)

Thulaihah bin al-Khuwailid adalah salah satu pendusta yang mengaku sebagai nabi di masa Rasuluullah SAW. Nabi pun mengutus pasukan yang dipimpin oleh Dhirar bin al-Azwar untuk menindaknya, dan hampir saja berhasil menangkap Thulaihah. Akan tetapi, Rasulullah kemudian wafat dan masalah ini menjadi terbengkalai. Akhirnya, Abu Bakar mengarahkan pasukan pemberantasan kaum murtad yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.

Kaum muslimin pun tiba di tempat Thulaihah dan pasukannya. Khalid mengajak agar kembali memeluk Islam. Namun, Thulaihah menolak dan ia membanggakan diri dengan banyaknya jumlah pasukan. Akhirnya, Khalid pun meninggalkannnya dan kembali ke perkemahan. Semua orang merapatkan barisannya.

Thulaihan pun keluar bersama pasukan khususnya yang terdiri atas 40 orang budak yang berbadan kuat dan keras. Ia menempatkan mereka di sebelah kanan, dan memerintahkannya untuk menyerang hingga ke arah kiri. Orang-orang banyak yang kelelahan dan tidak seorang pun berhasil membunuh mereka. Kemudian, Thulaihah menempatkan mereka di barisan kiri, lalu mereka melancarkan serangan dari kiri ke kanan seperti pertama tadi. Tidak ada yang mampu menghentikannya.

Khalid pun memutuskan untuk maju dan menerobos barisan musuh. “Allah…Allah…! Engkau adalah pemimpin pasukan, tidak patut bagimu untuk maju ke barisan terdepan.” Khalid menjawab, “Demi Allah, aku tahu apa yang kalian katakan itu, tetapi aku tidak bisa bersabar lagi dan aku takut kaum Muslimin mengalami kekalahan.”

Kemudian ia bergerak maju hingga tidak seorang pun dari empat puluh pasukan khusus Tuhlaihah yang tersisa. Saat itu, ia berperang menggunakan dua bilang pedang hingga keduanya patah.

Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq di dalam wasiat kepada Khalid, “Haparakanlah kematian, niscaya engkau dianugerahi kehidupan.”
Diriwayatkan bahwa ketika Thulaihah melihat kekalahan sahabat-sahabatnya dalam penyerangan itu, ia berkata, “Celaka kalian, apa yang menyebabkan kalian kalah?” Seorang dari mereka menjawab, “Aku beri tahu engkau alasannya. Setiap orang dari kita lebih suka jika temannya mati terlebih dahulu dari dirinya, sedangkan kita berhadapan dengan kaum-kaum yang lebih suka jika dirinya mati sebelum temannya.”


Pemimpin sejati, paham satnya mendorong dari belakang, tepat ketika harus memberi contoh dari depan.

No comments:

Post a Comment

Sedikit opinimu akan sangat berarti bagi saya :D